Jumat, 24 April 2015

8: Ditengah Hujan #2

Hai!


Wawa mau melanjutkan cerbungnya nih, langsung saja deh..


Seusai makan siang, Miki pergi ke halaman belakang dan duduk di teras. Dia menatap langit dengan penuh harap. Kapan hujan akan datang lagi? ia terus bertanya-tanya didalam hatinya.
Ia rindu hujan. Ia rindu tetesan air yang turun dari langit. Ia rindu topi dan jas hujannya. Ia rindu sepatu bot abu-abunya. Ia rindu saat nenek menjemputnya didepan sekolah dengan payung kuning.
Ia sangat rindu pada nenek.

"Miki! Kamu di halaman belakang ya? Kata ibu jangan main air lagi!", teriak kakak yang dari tadi mencari adik kecilnya. Karena cukup lelah mencari adiknya kemana-mana, kakak memutuskan untuk duduk sambil membaca di ruang tamu.
"Iya kak..", jawab Miki yang baru terbangun dari lamunannya.
Lalu Miki pun beranjak dan mulai berjalan menuju dapur. Dia ingin menemui ibu. Langkahnya terlihat begitu pelan dan lemas. Rasanya Miki tak enak badan. Kakak yang sedang membaca majalah segera menghampirinya.
"Kenapa Miki? Kok lemas gitu? Miki sakit?", tanya kakak yang terlihat khawatir. Mendengar kata 'sakit', Miki langsung melompat.
"Miki gak sakit kak! Nih, Miki sehat!", kata Miki sembari melompat-lompat.
"Kita tanya ke ibu saja yuk.", kakak menggandeng tangan Miki menuju dapur.
Miki yang tadinya ingin bertemu ibu, sekarang jadi ingin menghindar dari ibu. Dia tidak mau ibu mengetahui kalau dia sakit. Pasti nanti dia akan diomeli dan dibawa ke dokter.
Tidak mau! Pokoknya tidak mau!


Ayah menyalakan mesin mobil. Miki dan kakak masuk kedalam mobil, sementara ibu membuka pagar. Wajah Miki terlihat tidak cerah. Raut wajahnya bercambur aduk. Sedih, lemas, kesal dan takut. Kakak hanya memandangnya sambil tertawa kecil. Merasa lucu dengan tingkah laku adiknya yang paling takut jika dibawa ke dokter. 
Ayah memarkirkan mobil di depan klinik. Semuanya membuka pintu mobil. Ibu menggandeng Miki masuk ke dalam, sementara kakak menunggu ayah yang sedang bersiap-siap.
Miki merasa bulu kuduknya berdiri ketika pintu kaca ruang klinik dibuka. Semerbak bau obat-obatan masuk ke dalam hidung Miki. Miki hampir tak bisa berbuat apa-apa. Ibu menggandeng tangannya dengan erat, sehingga dia tidak bisa kabur kemana-mana.
"Permisi bu, saya mau daftar.", kata ibu pada seorang penjaga loket.
"Silakan bu, mau ke dokter apa?", tanya si penjaga loket.
"Dokter anak.", jawab ibu singkat.
"Baik bu, ini formulirnya, silakan diisi. Nanti ibu tunggu saja di ruang tunggu, setelah itu akan dipanggil sama dokter.", kata si penjaga loket dengan jelas.
Ibu mengisi formulir lalu mengajak Miki duduk di ruang tunggu. Miki hanya berharap dia akan dipanggil paling terakhir.
Beberapa menit pun berlalu. Seorang asisten dokter keluar dari sebuah ruangan yang Miki anggap mengerikan, dan berkata, "Anak Mira Kirana."
Yaampun! Masa secepat ini? Miki mulai gelisah. Ibu menggandeng tangannya dan mengajaknya masuk ke dalam ruang mengerikan itu.
Bau peralatan dokter dan AC yang dingin sangat terasa oleh Miki. Tubuhnya diam, tapi hatinya berlari kesana-kemari karena gelisah. Ibu duduk di depan meja dokter. Lalu berbincang-bincang sedikit dengan sang dokter. Kemudian dokter melirikan matanya pada Miki. Miki bertambah gelisah. Ia ingin sekali kabur dari ruang mengerikan ini. Tapi ibu pasti akan sangat marah. Akhirnya Miki berusaha sekuat tenaga agar bisa tenang, dan berharap semuanya akan baik-baik saja.
"Namamu Miki ya? Kamu anak yang manis ya, coba sekarang Miki berbaring diatas kasur itu.", kata dokter sambil mempersilakan Miki berbaring.
"Coba bilang aaaa..", ucap dokter.
"Aaaaa..", Miki mengikuti.
"Lidahnya dikeluarkan."
"Bajunya diangkat dulu boleh?"
"Hmmm, ya.. oke, sudah beres.", kata dokter kemudian.
"Sudah?", Miki kebingungan sekaligus lega.
"Ya, sudah selesai kok.", kata dokter dengan ramah.
Dokter kembali ke tempat duduknya dan berkata pada ibu,
"Miki cuma demam bu.. nanti saya kasih obat agar demamnya cepat turun", kata dokter sambil menulis sebuah resep obat.
"Oh, begitu.. makasih ya dokter. Miki, ayo nak! Salim dulu sama ibu dokter!", kata ibu.
Miki menurut. Akhirnya mereka berdua keluar dari ruangan tersebut.
"Tuh kan, Miki gak diapa-apain kan?", kata ibu tiba-tiba.
"Iya bu, dokternya cantik ya!", Miki mulai cerah kembali. Ternyata pergi ke dokter tidak seburuk yang dia bayangkan.
Ayah dan kakak menunggu di ruang tunggu. Ibu memberi tahu bahwa Miki hanya terkena demam ringan. Setelah mengambil obat, mereka pun pulang ke rumah.
"Miki demam ya? Makanya jangan main air terus..", kata kakak saat ditengah perjalanan.
"Tapi kata nenek main air itu rame kok!", Miki membela diri.
Kakak tersenyum kecil lalu terdiam. Suasana di dalam mobil sekarang ini sangat hening.


Bersambung deh...
Terima kasih karena sudah mau membaca ya ^^

Warna.

5 komentar:

Silakan masukan komentar dibawah ini ^^